Assalamu'alaikum
Jika ingat proses PDKT saya ke ibunya anak-anak dahulu sering membuat saya geli sendiri. Gimana tidak lha wong prosesnya sangat aneh sekali. Saat itu saya berusia 25 tahun dan dia 23 tahun.. sekitar tahun 2005.
Sebenarnya kami adalah tetangga. Rumah kami hanya berjarak 20 meteran. Tapi meskipun bertetangga, kami jarang sekali bertemu. Dia jarang keluar rumah, dan ketika keluar rumah pun paling-paling cuma sebentar. Ketika kami bertemu di kegiatan karang taruna juga cuma saling menyapa, jarang banget ngobrol lama. Pokoknya kita tidak akrab sama sekali.
Suatu hari, tepatnya hari kamis, dia membeli sesuatu di toko ibu saya dan kebetulan yang jaga adalah saya. Saat melayani dia, saya "tamatkan" untuk memperhatikan wajahnya.. ternyata manis juga hehehe. Begitu dia hendak pulang, saya bertanya nomer HP-nya.
"Boleh tanya nomer HP-nya enggak?" tanya saya
"Boleh.." dia menjawab tapi sebelumnya mikir dulu agak lama.
"Tapi ntar cowoknya marah pas aku SMS..."
"Aku nggak punya cowok, mas"
Uhuiii.. kesempatan jeh !! Lalu kita tukeran nomer HP.
|
Ini ibuknya anak-anak saat masih muda dulu |
Hari Jum'at malam kami bergantian kirim SMS. Di akhir percakapan kami, saya mengajak janji ketemuan di hari Minggu. Sebenarnya saya sudah mempersiapkan diri untuk menerima penolakan dari dia, eh ternyata dia bilang setuju. Tapi ada syaratnya yaitu saya tidak boleh menjemput dia kerumah. Dia minta saya menjemputnya disuatu tempat. Meskipun agak bingung dengan maksud permintaannya tapi saya turuti juga. Belakangan saya mengerti maksudnya, Ayahnya tidak ingin ada tetangga yang tahu bahwa dia sedang jalan bareng dengan saya.. biar tidak menimbulkan gosip yang aneh-aneh.
Akhirnya Minggu siang kita bertemu ditempat janjian disekitar daerah Rungkut. Setelah itu saya ajak dia ke Pantai Kenjeran. Setelah basa-basi beberapa saat, saya langsung mengutarakan niat saya untuk menjalin hubungan dengan dia. Saya juga menjelaskan bahwa meskipun masih belum tumbuh rasa cinta untuk dia di hati saya, tapi saya benar-benar serius ingin menjalin hubungan dengan dia hingga ke jenjang pernikahan.
melihat ekspresinya waktu itu saya mengira pasti saya akan ditolak. Dan untuk memastikannya saya bertanya kembali ke dia apakah mau menerima saya atau tidak.. jawaban dia adalah : YA !!!
Meskipun kita memiliki "hubungan khusus", namun saya tetap tidak diperbolehkan berkunjung ke rumahnya.. saya sih tidak masalah. Lalu bagaimana dengan frekuensi ketemuan kita? Kita ketemuan hanya sekali atau dua kali saja tiap bulannya. Itupun kita janjian di luar. Jarak kita dekat tapi seperti hubungan jarak jauh saja.
Karena "trik" hubungan kita seperti itu, tidak ada tetangga sama sekali yang mengetahuinya. Jadi aman dari biang gosip.
Enam bulan kemudian saya melamar dia dan setahun setelahnya kami
menikah, tepatnya 4 November 2007. Walaupun saya sudah melamarnya, tetap saja frekuensi pertemuan kita jarang banget.. padahal kita bertetangga T.T
Jika dipikir-pikir, hubungan kami ini seperti dijodohkan saja. Bagaimana tidak, kita memulai hubungan tanpa rasa cinta, proses PDKT yang singkat (hanya 3 hari), dan frekuensi ketemuan yang jarang. Waktu bertemupun cuma 2-3 jam.
Beberapa kali saya bertanya ke dia mengapa dulu mau menerima saya, jawabannya selalu sama : waktu itu dia khilaf...... huh...
Wassalamu'alaikum